DATA-DATA NOVEL
Judul Novel : Katak Hendak Jadi Lembu
Pengarang : Nur St.Iskandar
Tahun : 1935
Penerbit : Balai
Pustaka
UNSUR INTRINSIK NOVEL
Tokoh :
Suria
: Sombong, Angkuh, Egois
Zubaidah :Sabar, Baik, Penurut
R. Muhamad
Kosim
: Baik, Ramah, Memperjuangkan
Haknya , sabar
Suminta :Baik, Ramah, Sopan, Penurut,
Bijak
Patih R.Atmadi
Nata
: Baik, Bijaksana
Abdulhalim
: Baik, Ramah, Sopan, Sabar
Sastrawijaya :Baik, Bijaksana
Hamzah
: Baik, Bijaksana
Hj.Junaedi
: Baik, Sopan, Ramah, Penolong
Hj.Zakaria
: Pemaksa
Hj.Hasbulah
: Baik
Khadijah
: Bijaksana, Baik, Ramah,
Sopan
Raden
Natanegara
: Penolong, Ramah
Guru Wijaya : Baik
Jasen
: Baik
Latar
: Tempat :
- Rumah Suria (ketika Suria sedang duduk santai)
- Kamar Tulis (Ketika Suria sedang menghitung
- hutangnya)
- Ruang Tamu (Ketika Zubaidah menyambut tamunya, Khadijah)
- Rumah Patih (Ketika memperundikan perkawinan Kosim dengan Fatimah)
- Rumah Hj.Junaedi (ketika Suria datang berkunjung)
- Rumah Bola (Ketika Suria sedang bermain karambol)
- Pasar (Ketika sedang terjadi lelang)
- Rumah Abdulhalim (Ketika Suria menumpang di rumah anaknya)
- Kedai Kopi (Ketika Suria sedang beristirahat di Jakarta)
- Rumah Mak Iyah (Ketika Suria tinggal di rumah ibunya)
- Sawah (ketika Suria melihat bayangan Zubaidah)
- Kantor(ketika Suria sedang bekerja)
Waktu
: Pagi (Ketika Suria berangkat kerja)
Siang
(Ketika Suria meminum es, di siang hari)
Sore (Ketika Suria bermain karambol)
Malam (Ketika Suria tidur)
Suasana
: Mencengkam
Haru
Bahagia
Sudut
Pandang : Orang
Ketiga
Amanat
: Jangan sombong, angkuh
Jangan memaksakan
kehendak
Jangan
boros / Jangan suka berfoya – foya
Harus patuh pada orang tua
Sabar dalam menghadapi cobaan / Masalah
Gaya Bahasa
: Masih menggunakan bahasa melayu dan terdapat banyak majas. Banyak
kata-kata
yang kurang efektif, hingga membuat pembaca menjadi
bingung.
SINOPSIS NOVEL
Haji Zakaria adalah seorang haji kaya raya. Ia
mempunyai anak tunggal bernama Suria. Sejak kecil Suria hidup berkecukupan dan
selalu dimanjakan ayahnya. Dengan didikan yang seperti itu, ia justru menjadi seorang
anak yang ponah dan sombong. Bahkan sifat dan tabiatnya yang buruk itu tebawa
sampai masa akhir hayatnya.
Haji
Hasbullah, teman karib Haji Zakaria, termasuk seorang haji yang kaya raya pula.
Ia pun mempunyai seorang anak gadis satu satunya bernama Zubaedah (edah). Zubaedah
beparas cantik dan berbudi baik. Ayah Zubaedah telah memilihkan calon suaminya,
Raden Prawira, yang bepangkat manteri polisi. Akan tetapi,suatu ketika haji
Zakaria datang kepada Haji Hasbullah, memohon agar Zubaedah dinikahkan dengan
Suria. Haji Hasbullah tak dapat menolak pemintaan teman karibnya itu. Maka,
penikahan Suria dan Zubaedah dilaksanakan.
Perkawinan
yang tanpa didasari rasa cinta sama cinta itu justru membawa petaka bagi
Zubaedah. .Kesempatan bagi Suria adalah setelah ayahnya meninggal dunia. Ia
befoya-foya dengan harta peninggalan ayahnya itu. Selama tiga tahun, ia pun
meninggalkan Zubaedah yang baru melahirkan anaknya yang pertama Abdulhalim.
Ketika
harta ayahnya telah ludes, Suria kembali pada Zubaedah.Ia mengaku bahwa
pebuatannya selama ini telah salah. Pada waktu itu Suria telah bekerja sebagai
juru tulis di kantor asisten di kabupaten. Penghasilannya yang kecil selalu tak
mencukupi kebutuhan keluarganya. Maka Abulhalim tepaksa dibawa kakeknya dan
disekolahkan di sekolah Belanda, lalu dilanjutkan ke sekolah bergengsi di
Bandung.Sementara itu, anak Suria terus bertambah. Kedua adik Abdulhalim benama
Saleh dan Aminah. Oleh Suria, keduanya disekolahkan di HIS. Itu semua dilakukan
Suria hanya karena ia ingin dipandang dan dihormati masyarakat. Layaknya orang
mengatakan ”besar pasak daripada tiang.” Utang Suria semakin betumpuk.Untuk
menutupi utang utang suami dan biaya sekolah anak anaknya, Zubaedah seing
bekirim surat pada ayahnya, meminta agar dikirimi uang.
Seringkali
terjadi petengkaran mulut antara Zubaedah dan Suria. Zubaedah tak kuat lagi
menahan malu kepada para penagih yang selalu datang ke rumahnya. Namun Suria
sendiri bersikap acuh tak acuh menghadapi kenyataan itu.Bahkan, ia kini ingin
naik pangkat ketika didengarnya ada lowongan klerek. Hal itu ia ceritakan
kepada istrinya bahwa beberapa hari yang lalu ia mengirim pemohonan untuk
mengisi lowongan itu. Ia begitu yakin atasannya akan berusaha menolongnya.”Tak
usah mengeluh juga,Edah,”ujarnya, ”Kalau sudah keluar surat angkatan akang jadi
klerk, tentu klerk kelas 1, tak pelu kita disokong ayah ari Rasik lagi. Dengan
sekejap saja kita sudah lebih daripada manteri polisi yang tertua dinasnya”
Utang
Suria terus menggunung. Apalagi karena Suria berani mengambil barang barang
lelangan atasannya. Maka, untuk melunasi utang-utang itu, Suria menjadi gelap
mata. Ia ”telan” uang kas di kantornya. Perbuatannya itu diketahui atasannya.
Kemudian, ketika Suria dipanggil atasannya, ia bahkan mengajukan permohonan berhenti
bekerja.
Rupanya,
Suria telah merencanakan sebelumnya. Dalam pikirannya, setelah berhasil
menggelapkan uang kas, ia akan membawa istri dan anak anaknya pindah ke rumah
Abulhalim yang kini telah bekerja dan telah pula berkeluarga. Suria mengirim
surat kepada anaknya dan mengutarakan maksudnya itu. Sebagai seorang anak yang
ingin membalas budi orang tua, Abdulhalim sama sekali tak merasa berkeberatan
dengan keinginan ayahnya. Mulai saat itu, Suria tinggal di rumah anaknya.
Orang
tua itu rupanya benar benar tak tahu diri. Ia tetap bersikap seperti tuan rumah
layaknya. Adapun Abulhalim dan menantunya dianggap sebagai anak yang harus
patuh pada orangtua, sekalipun Abdulhalim sebagai kepala rumahtangga.”..Patutkah
seorang menantu menghinakan mertuanya, patutkah seorang perempuan berkata
sekasar itu terhadapku, bekas manteri kabupaten? Sudah salah ayahmu mengawinkan
Abdulhalim dengan anak jaksa kepala itu. Mengharapkan gelar dan paras saja.
Coba diturutkan nasihatku dahulu:dikawinkan Abdulhalim dengan anak wedana, yang
telah jadi guru di Tasik itu, tentu takkan begini jadinya.”
Tak
kuasa Zubaedah melihat tingkah laku suaminya yang sering mencampuri urusan
rumah tangga anaknya. Hal itu pula yang membuat kehidupan rumah tangga anaknya
mulai sering diwarnai percekcokan. Bagi Zubaedah, keadaan demikian sungguh
membuatnya tidak enak hati. Bagaimanapun sebagai seorang ibu, ia ingin melihat
anaknya hidup bahagia. Kebahagiaan anaknya, justru terganggu oleh sikap Suria
yang merasa bebas bebuat sekehendak hati tehadap anaknya. Ia menyesalkan sikap
suaminya. ”Sesal Zubaedah terhadap Suria semata mata, dan sesal tak putus
itulah yang mendatangkan penyakit kepadanya” Tekanan batin yang mendatangkan
itu pula yang mengantarkan Zubaedah menghembuskan napasnya yang penghabisan. Ia
meninggal di hadapan semua kaum keluarganya.
Kematian
istrinya telah membuat Suria merasa sangat malu terhadap kelakuannya sendiri.
Ia telah mengganggu ketentraman kehidupan rumah tangga anaknya. Ia pula yang
menyebabkan istrinya menderita hingga maut menjemputnya. Perasaan malu yang tak
tertanggungkan itu, memaksa Suria mengambil keputusan; ia pergi entah ke mana.
Pergi bersama kesombongan dan keangkuhannya. Menggelandang membawa sifatnya yang
tak juga berubah.